Rabu, 25 April 2018
Bintang di Langit Senja
Oleh : Anggita K. Saputri.
Oleh : Anggita K. Saputri.
Mata
coklat gadis itu dengan telaten mengamati deretan kalimat dalam kertas putih
yang tersusun rapi menjadi sempurna untuk disebut sebuah buku. Hanya bola
matanya yang bergerak teratur, menyapu dari kanan ke kiri, balik lagi ke kanan
lalu ke kiri. Begitu seterusnya, rutinitas yang sama, yang dilakukannya hampir
89 menit. Sesekali, gadis itu mengedarkan pandangan nya ke sekeliling, lalu
sudut bibirnya menyunggingkan senyum kecut. Sekecut hatinya yang terlalu lama
menunggu.
Huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, paragraf menjadi bab, begitulah seterusnya hingga bab menjadi sebuah buku. Telah habis sudah buku yang Ia baca, namun sosok yang Ia tunggu belum juga muncul. Gadis cantik berambut panjang itu mulai menutup buku novel ber cover merah maroon itu perlahan. Matanya yang belo melirik arloji di pergelangan tangan kiri nya.” Sudah Pukul satu siang!” ucapnya mendengus kesal. Matahari mulai meninggi, namun hal itu tidak membuatnya beranjak sedikit pun dari bangku panjang berwarna putih pudar itu.
“ Oke, sepuluh menit! Kalo Dia masih belum datang yasudah Aku pulang aja” ucap sekaligus janjinya pada dirinya sendiri.
Gadis itu mengambil handphone dari dalam tas nya untuk membuang rasa bosannya yang telah terlalu lama menunggu. Lalu Ia mulai menggerakkan jemarinya membuka pola pengunci yang hanya Ia dan orang yang tengah Ia tunggu itu lah yang tahu. Tampak ada 1 pesan di layar handphone nya, gadis itu tersenyum senang lalu dengan cepat membuka nya. ‘Maaf Senja, Aku gak bisa kesitu’. Wajahnya yang tadinya riang pun berubah menjadi murung,
” Jadi selama ini Aku menunggu orang yang tidak mungkin akan datang?”
“ Ini salahnya atau salahku, salahnya yang tidak datang atau salahku yang baru mengecek handphone dan membaca pesan darinya?”
beribu pertanyaan meluncur dari bibir mungilnya, bulir air mata pun mulai menetes di salah satu sudut matanya. Tiba-tiba handphone yang Ia pegang bergetar, Gadis itu memandangi wajah seorang lelaki yang kini terpapar di layar touchscreen nya. Dengan ragu Ia menekan tombol hijau pada layar touchpad nya.
“Halo Senja.. Maaf Aku gak bisa datang, apa Kamu masih disana?” suara lelaki di seberang sana, sesaat setelah Senja menerima panggilannya.
Senja hanya diam, enggan untuk membuka suara. “Senja, Aku tahu Kamu dengar Aku..Aku minta maaf, lagi-lagi Aku ngingkarin janji, tapi Aku….”
Suara lelaki itu terputus setelah Senja menekan tombol merah pada layar touchpad nya, Ia menon-aktifkan handphone nya. Lalu menaruh nya kembali ke dalam tas ranselnya.
“Kenapa Kamu gak datang, bukannya ini kesempatan terakhir Kita bertemu?” lirih gadis itu bermonolog. Gadis itu makin sesenggukan, tenggelam dalam tangisnya yang sudah tak dapat Ia bendung lagi. Tanpa disadari olehnya, ternyata ada seseorang yang memperhatikan nya sedari tadi, menatap iba dari kejauhan. Lalu mengambil potret gadis itu dengan kamera yang Ia pegang. Kilatan flash light dari kamera itu membuat Senja tersadar, Ia menatap sekeliling nya. Namun Ia tak mendapati siapapun disana, selain Ia seorang diri di bangku taman yang telah Ia duduki hampir 2 jam lamanya.
***
“Ini foto yang Lo mau” ucap seorang lelaki dengan kamera yang tergantung di lehernya.
tangan kanan nya sibuk mengibas-ngibaskan kertas foto, Yaa lelaki itu menggunakan kamera polaroid yang membuat hasil gambar dapat langsung tercetak.
“Thanks” ucap lelaki di hadapannya, mengambil foto yang sudah terlihat hasilnya itu dengan tangan kanannya. Ia terdiam cukup lama memandangi wajah gadis di dalam potret itu.
“Sebenernya apa si alasan Lo ninggalin Senja Lang?” tanya lelaki berambut spike itu sambil menyeruput coffe late nya.
“Guwe gak bisa jelasin ke Lo sekarang Bin” jawab lelaki bertubuh jangkung itu, matanya masih menatap lembaran potret di tangan nya.
“Yaelah Guwe kan sahabat Lo Langit, masa Lo gak mau cerita ke Guwe si?” ujar si spike mendengus kesal.
“… boleh Guwe minta satu hal dari Lo Bintang?” sambung lelaki bernama Langit itu, tak menggubris perkataan Bintang.
“Hmm” Bintang hanya menggumam menanggapi ucapan sahabat karibnya itu.
“Guwe minta, Kalo Guwe udah pergi ke Singapore, tolong Lo jagain Senja ya Bin” pinta Langit setengah memohon. Lelaki di hadapannya itu terdiam, bingung dengan keputusan apa yang harus Ia ambil.
“Gimana Bin, Lo mau kan jagain Senja buat Guwe?” tanya Langit sekali lagi.
Setelah cukup lama terdiam, akhirnya Bintang mengangguk pelan.
***
“ Surprise!!!” ucap seorang pria berkemeja kotak-kotak itu beberapa detik setelah Ia melepaskan kedua telapak tangannya dari mata gadis yang berdiri tertegun membelakanginya.
“Astaga Bintang!!!” pekik gadis cantik berambut panjang itu tersenyum senang.
Tampak di hadapannya, taman yang biasa Ia gunakan untuk duduk dan menunggu kini berubah menjadi sangat indah, di bawah sebuah pohon yang rindang ada dua buah kursi yang telah di hias dengan pita dan balon yang diikat di sandaran kursinya, serta sebuah meja kecil ber taplak merah jambu diantara dua kursi itu, lalu diatas meja terdapat sebuah kue tart berukuran sedang yang di atasnya terdapat lilin kecil berbentuk angka-2.
“ Happy anniversary 2 tahun Senja Sayang!” bisik lelaki berambut spike itu memeluk gadisnya dari belakang.
“ Happy anniversary 2 tahun juga Bintang” ucap gadis itu tersenyum tipis.
“Kamu seneng kan?” tanya Bintang, menggerakkan pundak Senja supaya menghadap ke arahnya. Senja hanya mengangguk dan tersenyum tipis menanggapi pertanyaan kekasihnya itu. Bintang, lelaki yang tidak sengaja Ia jumpai 2 tahun yang lalu, lelaki yang selalu menemaninya disaat Ia duduk seorang diri di bangku taman ini, menanti kekasihnya yang tak pernah datang, lelaki yang dengan sabar menghibur dirinya disaat Ia benar-benar terpuruk atas kepergian seseorang yang sangat dicintai nya. Lelaki humoris yang mampu membuat Senja tertawa dan pelan-pelan sanggup melupakan kesedihannya.
“ Bintang, makasih yah, Kamu udah sabar ngadepin Aku, makasih udah selalu hibur Aku disaat Aku sedih, disaat Aku benar-benar terpuruk, makasih udah selalu ada buat Aku… Tapi, maaf Aku masih belum bisa lupain Dia sepenuhnya” ucap Senja dengan mata berkaca-kaca.
Bintang hanya mengangguk pelan, seolah mengerti perasaan kekasihnya itu. Lalu Ia kembali membawa Senja dalam dekapannya.
Senja tersenyum di balik peluknya, namun Ia tergugu saat tak sengaja matanya menangkap sosok yang tak asing lagi untuknya. Seorang lelaki bertubuh jangkung dengan tas ransel di salah satu pundaknya yang berdiri tak jauh dari nya, lelaki itu hendak pergi saat Senja menatapnya.
“Langit!” ucap Senja seketika, membuat Bintang melepaskan peluknya.
“Bintang, itu Langit!” ujar Senja mengarahkan telunjuknya ke arah orang yang Ia maksud.
Bintang tak menjawab, Ia berlari mendekati lelaki itu.
“Berhenti!” ucap Bintang meraih pundak lelaki dihadapannya. Sosok itu berbalik menatap nya. Wajah Bintang berubah ketika Ia tahu ternyata lelaki ini memang benar Langit.
“Langit, ini beneran Kamu?’ ucap Senja dengan tatapan terkejut, gadis ini mengatur nafas dan degupan jantungnya yang tak karuan seusai berlari.
“Kenapa Lo dateng lagi, belum puas Lo sakitin Senja?” ucap Bintang tersenyum miring.
“Terus Lo apa, Guwe Cuma minta tolong ke Lo buat jagain Senja bukan pacarin Dia!”
balas Langit menunjuk ke arah roti tart dengan lilin yang sudah mulai meleleh, namun bentuknya masih jelas. Ya, lilin dengan bentuk angka 2 yang mewakili hari jadi Senja dan Bintang.
“Kalian berdua saling kenal?” tanya Senja bingung.
“Iya, Bintang ini sahabat Aku dari SMP” jawab Bintang pada Senja.
“…tapi sekarang bukan lagi” sambung Langit membuat Bintang berbalik menatap kearah Langit dengan tatapan tidak percaya.
“Karena sahabat gak akan mengkhianati sahabatnya sendiri bukan?” ujar Langit lagi membuat Bintang membuka suara.
“Terserah apa kata Lo Lang, Guwe gak khianatin Lo, Guwe jatuh cinta sama Dia Lang,. dan Guwe pengen Dia lupain kesedihannya, bukannya itu yang Lo minta dulu, dan disaat Guwe hampir berhasil, kenapa Lo musti muncul?” ucap Bintang mengacak-acak rambut nya sendiri, frustasi.
“Jatuh cinta sama pacar sahabat LO sendiri?”
“Guwe gak peduli, terus sekarang Lo datang mau ambil Dia dari Guwe, setelah semua yang udah Guwe lakuin buat Senja?”
Senja hanya diam, tak mengerti dengan apa yang tengah terjadi kali ini. Ia bingung apakah harus senang, sedih, atau marah.
“Yaudah, kalo emang Senja bahagia sama Lo. Gue rela korbanin hati Guwe. Toh Dia udah sama lelaki yang tepat.. maafin ucapan Guwe tadi” ucap Langit tersenyum tipis, memandang Senja yang berdiri di belakang Bintang.
“Maaf juga Guwe udah ganggu acara kalian.. guwe pergi” ucap Langit lagi, mengalah.
Ia berbalik hendak beranjak dari situ ketika sesuatu menahannya, sepasang tangan yang memeluknya erat dari belakang. Punggungnya hangat, sosok itu menangis.
“Jangan pergi!!” pinta suara itu dari balik punggungnya.
“Senja, lepas!” bentak Bintang, berusaha melepaskan tangan Senja yang melingkar pada Langit. Bintang takut kehilangan Senja.
“Jangan pergi lagi Langit, apa Aku harus kehilangan Kamu lagi untuk yang kedua kalinya?” lirih Senja tak memperdulikan Bintang yang berusaha melepaskan pegangannya pada Langit.
Bintang berhenti memegangi Senja. Ia terkejut mendengar ucapan Senja.
“Seenggaknya Kamu beri tahu dulu alasan Kamu tinggalin Aku karena apa Langit?” tanya Senja makin terisak.
Langit berbalik, menatap wajah Senja yang sembab lalu menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. “Aku pergi bukan karena kemauanku.. ” ucap Langit dengan senyum yang sulit diartikan.
“Maksud Kamu apa?” tanya Senja tak mengerti.
“Aku pergi, karena Aku harus berobat Senja. Aku mengidap penyakit jantung coroner. Aku gamau mati, Aku mau habisin waktuku lebih lama sama Kamu” ucap Langit mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ransel nya. Lalu memberikannya pada Senja. Sebuah map coklat berisi dokumen-dokumen kedokteran. Senja membacanya dengan cepat.
“Astaga, separah ini dan Kamu gak beri tahu Aku?” ucap Senja cemas.
“Aku gamau Kamu khawatir, lagipula sekarang Aku udah sembuh koq dari penyakit ku itu, makanya Aku balik ke Indonesia buat nemuin Kamu” ujar Langit sembari mengelus rambut gadis yang sangat Ia cintai itu dengan lembutnya.
“Bin.. makasih Lo udah jagain Senja selama Guwe pergi, Guwe gak papa koq kalo harus lihat kalian bersama. Asal Senja bahagia Guwe juga pasti bahagia” ucap Langit, perlahan melepaskan tangan senja yang masih hinggap di pinggangnya.
Ia mulai melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
“Tunggu Lang!” cegah Bintang tiba-tiba membuat langkah Langit kembali terhenti untuk yang kedua kalinya. Kini Bintang berlari dengan Senja dalam gandengannya. Senja menatap Bintang dari samping dengan tatapan bingung.
“Lo tahu, Senja udah nunggu Lo selama bertahun tahun, dan sekarang Lo mau pergi lagi?” ucap sekaligus tanya Bintang pada Langit. Langit menatap Senja penuh arti.
“Guwe gak mau lihat Senja sedih lagi untuk yang kedua kalinya, ini salah Guwe, seharusnya Guwe gak muncul di kehidupan kalian berdua. Guwe cuma jadi penghalang bagi kalian untuk bersatu” ucap Bintang tersenyum kecut, tampak dari wajahnya Ia berusaha menyembunyikan air matanya.
“Maksud Lo apa Bin?” tanya Langit mengerutkan dahinya, bingung.
“Cinta gak selamanya harus memiliki sob, asal lihat Senja bahagia Guwe udah ikut bahagia” ucap Bintang, tangannya meraih salah satu tangan Senja lalu menautkannya dengan tangan Langit.
“Sekarang tugas Guwe buat jagain Senja udah selesai, perjuangan Guwe udah cukup sampe disini, sekarang giliran Lo sob buat jagain Dia” ucap Bintang tersenyum tulus.
Langit tak menjawab apa-apa, Ia hanya tersenyum penuh arti seolah berkata ‘Terimakasih’.
Senja pun tersenyum dan berbisik lirih pada Bintang. “ Terimakasih Bintang”.
Bintang mengangguk lalu pergi meninggalkan sahabat dan orang yang Ia cintai itu bersama.
Huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, paragraf menjadi bab, begitulah seterusnya hingga bab menjadi sebuah buku. Telah habis sudah buku yang Ia baca, namun sosok yang Ia tunggu belum juga muncul. Gadis cantik berambut panjang itu mulai menutup buku novel ber cover merah maroon itu perlahan. Matanya yang belo melirik arloji di pergelangan tangan kiri nya.” Sudah Pukul satu siang!” ucapnya mendengus kesal. Matahari mulai meninggi, namun hal itu tidak membuatnya beranjak sedikit pun dari bangku panjang berwarna putih pudar itu.
“ Oke, sepuluh menit! Kalo Dia masih belum datang yasudah Aku pulang aja” ucap sekaligus janjinya pada dirinya sendiri.
Gadis itu mengambil handphone dari dalam tas nya untuk membuang rasa bosannya yang telah terlalu lama menunggu. Lalu Ia mulai menggerakkan jemarinya membuka pola pengunci yang hanya Ia dan orang yang tengah Ia tunggu itu lah yang tahu. Tampak ada 1 pesan di layar handphone nya, gadis itu tersenyum senang lalu dengan cepat membuka nya. ‘Maaf Senja, Aku gak bisa kesitu’. Wajahnya yang tadinya riang pun berubah menjadi murung,
” Jadi selama ini Aku menunggu orang yang tidak mungkin akan datang?”
“ Ini salahnya atau salahku, salahnya yang tidak datang atau salahku yang baru mengecek handphone dan membaca pesan darinya?”
beribu pertanyaan meluncur dari bibir mungilnya, bulir air mata pun mulai menetes di salah satu sudut matanya. Tiba-tiba handphone yang Ia pegang bergetar, Gadis itu memandangi wajah seorang lelaki yang kini terpapar di layar touchscreen nya. Dengan ragu Ia menekan tombol hijau pada layar touchpad nya.
“Halo Senja.. Maaf Aku gak bisa datang, apa Kamu masih disana?” suara lelaki di seberang sana, sesaat setelah Senja menerima panggilannya.
Senja hanya diam, enggan untuk membuka suara. “Senja, Aku tahu Kamu dengar Aku..Aku minta maaf, lagi-lagi Aku ngingkarin janji, tapi Aku….”
Suara lelaki itu terputus setelah Senja menekan tombol merah pada layar touchpad nya, Ia menon-aktifkan handphone nya. Lalu menaruh nya kembali ke dalam tas ranselnya.
“Kenapa Kamu gak datang, bukannya ini kesempatan terakhir Kita bertemu?” lirih gadis itu bermonolog. Gadis itu makin sesenggukan, tenggelam dalam tangisnya yang sudah tak dapat Ia bendung lagi. Tanpa disadari olehnya, ternyata ada seseorang yang memperhatikan nya sedari tadi, menatap iba dari kejauhan. Lalu mengambil potret gadis itu dengan kamera yang Ia pegang. Kilatan flash light dari kamera itu membuat Senja tersadar, Ia menatap sekeliling nya. Namun Ia tak mendapati siapapun disana, selain Ia seorang diri di bangku taman yang telah Ia duduki hampir 2 jam lamanya.
***
“Ini foto yang Lo mau” ucap seorang lelaki dengan kamera yang tergantung di lehernya.
tangan kanan nya sibuk mengibas-ngibaskan kertas foto, Yaa lelaki itu menggunakan kamera polaroid yang membuat hasil gambar dapat langsung tercetak.
“Thanks” ucap lelaki di hadapannya, mengambil foto yang sudah terlihat hasilnya itu dengan tangan kanannya. Ia terdiam cukup lama memandangi wajah gadis di dalam potret itu.
“Sebenernya apa si alasan Lo ninggalin Senja Lang?” tanya lelaki berambut spike itu sambil menyeruput coffe late nya.
“Guwe gak bisa jelasin ke Lo sekarang Bin” jawab lelaki bertubuh jangkung itu, matanya masih menatap lembaran potret di tangan nya.
“Yaelah Guwe kan sahabat Lo Langit, masa Lo gak mau cerita ke Guwe si?” ujar si spike mendengus kesal.
“… boleh Guwe minta satu hal dari Lo Bintang?” sambung lelaki bernama Langit itu, tak menggubris perkataan Bintang.
“Hmm” Bintang hanya menggumam menanggapi ucapan sahabat karibnya itu.
“Guwe minta, Kalo Guwe udah pergi ke Singapore, tolong Lo jagain Senja ya Bin” pinta Langit setengah memohon. Lelaki di hadapannya itu terdiam, bingung dengan keputusan apa yang harus Ia ambil.
“Gimana Bin, Lo mau kan jagain Senja buat Guwe?” tanya Langit sekali lagi.
Setelah cukup lama terdiam, akhirnya Bintang mengangguk pelan.
***
“ Surprise!!!” ucap seorang pria berkemeja kotak-kotak itu beberapa detik setelah Ia melepaskan kedua telapak tangannya dari mata gadis yang berdiri tertegun membelakanginya.
“Astaga Bintang!!!” pekik gadis cantik berambut panjang itu tersenyum senang.
Tampak di hadapannya, taman yang biasa Ia gunakan untuk duduk dan menunggu kini berubah menjadi sangat indah, di bawah sebuah pohon yang rindang ada dua buah kursi yang telah di hias dengan pita dan balon yang diikat di sandaran kursinya, serta sebuah meja kecil ber taplak merah jambu diantara dua kursi itu, lalu diatas meja terdapat sebuah kue tart berukuran sedang yang di atasnya terdapat lilin kecil berbentuk angka-2.
“ Happy anniversary 2 tahun Senja Sayang!” bisik lelaki berambut spike itu memeluk gadisnya dari belakang.
“ Happy anniversary 2 tahun juga Bintang” ucap gadis itu tersenyum tipis.
“Kamu seneng kan?” tanya Bintang, menggerakkan pundak Senja supaya menghadap ke arahnya. Senja hanya mengangguk dan tersenyum tipis menanggapi pertanyaan kekasihnya itu. Bintang, lelaki yang tidak sengaja Ia jumpai 2 tahun yang lalu, lelaki yang selalu menemaninya disaat Ia duduk seorang diri di bangku taman ini, menanti kekasihnya yang tak pernah datang, lelaki yang dengan sabar menghibur dirinya disaat Ia benar-benar terpuruk atas kepergian seseorang yang sangat dicintai nya. Lelaki humoris yang mampu membuat Senja tertawa dan pelan-pelan sanggup melupakan kesedihannya.
“ Bintang, makasih yah, Kamu udah sabar ngadepin Aku, makasih udah selalu hibur Aku disaat Aku sedih, disaat Aku benar-benar terpuruk, makasih udah selalu ada buat Aku… Tapi, maaf Aku masih belum bisa lupain Dia sepenuhnya” ucap Senja dengan mata berkaca-kaca.
Bintang hanya mengangguk pelan, seolah mengerti perasaan kekasihnya itu. Lalu Ia kembali membawa Senja dalam dekapannya.
Senja tersenyum di balik peluknya, namun Ia tergugu saat tak sengaja matanya menangkap sosok yang tak asing lagi untuknya. Seorang lelaki bertubuh jangkung dengan tas ransel di salah satu pundaknya yang berdiri tak jauh dari nya, lelaki itu hendak pergi saat Senja menatapnya.
“Langit!” ucap Senja seketika, membuat Bintang melepaskan peluknya.
“Bintang, itu Langit!” ujar Senja mengarahkan telunjuknya ke arah orang yang Ia maksud.
Bintang tak menjawab, Ia berlari mendekati lelaki itu.
“Berhenti!” ucap Bintang meraih pundak lelaki dihadapannya. Sosok itu berbalik menatap nya. Wajah Bintang berubah ketika Ia tahu ternyata lelaki ini memang benar Langit.
“Langit, ini beneran Kamu?’ ucap Senja dengan tatapan terkejut, gadis ini mengatur nafas dan degupan jantungnya yang tak karuan seusai berlari.
“Kenapa Lo dateng lagi, belum puas Lo sakitin Senja?” ucap Bintang tersenyum miring.
“Terus Lo apa, Guwe Cuma minta tolong ke Lo buat jagain Senja bukan pacarin Dia!”
balas Langit menunjuk ke arah roti tart dengan lilin yang sudah mulai meleleh, namun bentuknya masih jelas. Ya, lilin dengan bentuk angka 2 yang mewakili hari jadi Senja dan Bintang.
“Kalian berdua saling kenal?” tanya Senja bingung.
“Iya, Bintang ini sahabat Aku dari SMP” jawab Bintang pada Senja.
“…tapi sekarang bukan lagi” sambung Langit membuat Bintang berbalik menatap kearah Langit dengan tatapan tidak percaya.
“Karena sahabat gak akan mengkhianati sahabatnya sendiri bukan?” ujar Langit lagi membuat Bintang membuka suara.
“Terserah apa kata Lo Lang, Guwe gak khianatin Lo, Guwe jatuh cinta sama Dia Lang,. dan Guwe pengen Dia lupain kesedihannya, bukannya itu yang Lo minta dulu, dan disaat Guwe hampir berhasil, kenapa Lo musti muncul?” ucap Bintang mengacak-acak rambut nya sendiri, frustasi.
“Jatuh cinta sama pacar sahabat LO sendiri?”
“Guwe gak peduli, terus sekarang Lo datang mau ambil Dia dari Guwe, setelah semua yang udah Guwe lakuin buat Senja?”
Senja hanya diam, tak mengerti dengan apa yang tengah terjadi kali ini. Ia bingung apakah harus senang, sedih, atau marah.
“Yaudah, kalo emang Senja bahagia sama Lo. Gue rela korbanin hati Guwe. Toh Dia udah sama lelaki yang tepat.. maafin ucapan Guwe tadi” ucap Langit tersenyum tipis, memandang Senja yang berdiri di belakang Bintang.
“Maaf juga Guwe udah ganggu acara kalian.. guwe pergi” ucap Langit lagi, mengalah.
Ia berbalik hendak beranjak dari situ ketika sesuatu menahannya, sepasang tangan yang memeluknya erat dari belakang. Punggungnya hangat, sosok itu menangis.
“Jangan pergi!!” pinta suara itu dari balik punggungnya.
“Senja, lepas!” bentak Bintang, berusaha melepaskan tangan Senja yang melingkar pada Langit. Bintang takut kehilangan Senja.
“Jangan pergi lagi Langit, apa Aku harus kehilangan Kamu lagi untuk yang kedua kalinya?” lirih Senja tak memperdulikan Bintang yang berusaha melepaskan pegangannya pada Langit.
Bintang berhenti memegangi Senja. Ia terkejut mendengar ucapan Senja.
“Seenggaknya Kamu beri tahu dulu alasan Kamu tinggalin Aku karena apa Langit?” tanya Senja makin terisak.
Langit berbalik, menatap wajah Senja yang sembab lalu menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. “Aku pergi bukan karena kemauanku.. ” ucap Langit dengan senyum yang sulit diartikan.
“Maksud Kamu apa?” tanya Senja tak mengerti.
“Aku pergi, karena Aku harus berobat Senja. Aku mengidap penyakit jantung coroner. Aku gamau mati, Aku mau habisin waktuku lebih lama sama Kamu” ucap Langit mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ransel nya. Lalu memberikannya pada Senja. Sebuah map coklat berisi dokumen-dokumen kedokteran. Senja membacanya dengan cepat.
“Astaga, separah ini dan Kamu gak beri tahu Aku?” ucap Senja cemas.
“Aku gamau Kamu khawatir, lagipula sekarang Aku udah sembuh koq dari penyakit ku itu, makanya Aku balik ke Indonesia buat nemuin Kamu” ujar Langit sembari mengelus rambut gadis yang sangat Ia cintai itu dengan lembutnya.
“Bin.. makasih Lo udah jagain Senja selama Guwe pergi, Guwe gak papa koq kalo harus lihat kalian bersama. Asal Senja bahagia Guwe juga pasti bahagia” ucap Langit, perlahan melepaskan tangan senja yang masih hinggap di pinggangnya.
Ia mulai melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
“Tunggu Lang!” cegah Bintang tiba-tiba membuat langkah Langit kembali terhenti untuk yang kedua kalinya. Kini Bintang berlari dengan Senja dalam gandengannya. Senja menatap Bintang dari samping dengan tatapan bingung.
“Lo tahu, Senja udah nunggu Lo selama bertahun tahun, dan sekarang Lo mau pergi lagi?” ucap sekaligus tanya Bintang pada Langit. Langit menatap Senja penuh arti.
“Guwe gak mau lihat Senja sedih lagi untuk yang kedua kalinya, ini salah Guwe, seharusnya Guwe gak muncul di kehidupan kalian berdua. Guwe cuma jadi penghalang bagi kalian untuk bersatu” ucap Bintang tersenyum kecut, tampak dari wajahnya Ia berusaha menyembunyikan air matanya.
“Maksud Lo apa Bin?” tanya Langit mengerutkan dahinya, bingung.
“Cinta gak selamanya harus memiliki sob, asal lihat Senja bahagia Guwe udah ikut bahagia” ucap Bintang, tangannya meraih salah satu tangan Senja lalu menautkannya dengan tangan Langit.
“Sekarang tugas Guwe buat jagain Senja udah selesai, perjuangan Guwe udah cukup sampe disini, sekarang giliran Lo sob buat jagain Dia” ucap Bintang tersenyum tulus.
Langit tak menjawab apa-apa, Ia hanya tersenyum penuh arti seolah berkata ‘Terimakasih’.
Senja pun tersenyum dan berbisik lirih pada Bintang. “ Terimakasih Bintang”.
Bintang mengangguk lalu pergi meninggalkan sahabat dan orang yang Ia cintai itu bersama.
Note : Cerpen ini pernah saya ikut sertakan dalam lomba Tulis Cerpen di media sosial, dan Alhamdulillah berhasil masuk sebagai salah satu cerpen terpilih di buku antalogi cerpen dengan tema "Perjuangan Cinta"
Disqus Shortname
sigma2
Disqus Shortname
theme-daddy
Comments system
[blogger][disqus][facebook]
Comments System
blogger
Disqus Shortname
Comments System
[blogger][disqus][facebook]